Stunting Ancaman untuk Generasi Bangsa, Prevalensi di Indonesia Masih Tinggi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Stunting merupakan masalah global yang serius. Saat ini ada lebih dari 160 juta anak usia balita di seluruh dunia yang mengalami stunting.
Masalah stunting juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), walaupun berhasil turun sekitar 2,8 persen dibandingkan tahun 2021, prevalensi stunting Indonesia pada 2022 masih berada di angka 21,6 persen.
Angka ini masih dinilai tinggi, mengingat WHO menargetkan angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen.
Prevalensi stunting merupakan masalah besar karena menjadi ancaman terhadap kesejahteraan dan ketahanan nasional jangka panjang. Hal ini turut menjadi perhatian Sekretaris Jenderal DPP Kartini Perindo sekaligus Caleg DPR RI dapil Jawa Barat 5 Eva Mutia.
Menurutnya, stunting bisa menjadi ‘momok’ bagi anak-anak di Indonesia, padahal mereka adalah generasi penerus bangsa.
“Miris ya, angka stunting itu kalau saya lihat datanya sekitar 21% kurang lebih. Nah mungkin target pemerintah saat ini akan mengurangi jadi 14%. Jadi angka itu menurut saya sangat tinggi ya,” ujar Eva dalam Podcast Aksi Nyata di kanal YouTube Partai Perindo, Kamis (18/1/2024).
“Nah sedangkan balita itu adalah penyambung untuk masa depan kita ke depan. Kalau misalnya kita tidak menjaga tingkat stunting kita di level bawah, ya berarti kan masa depan kita ke depannya terganggu,” sambung dia.
Eva menuturkan, untuk mengatasi permasalahan stunting di Indonesia tidak hanya dilihat dari anak-anaknya, namun juga harus diperhatikan dari ‘akarnya’ yakni golongan ibu hamil.
Ia menilai, ibu-ibu hamil yang tidak terpenuhi gizinya juga akan melahirkan anak-anak yang justru memiliki risiko stunting lebih tinggi.
“Sebenarnya stunting itu dimulai dari ibunya dulu. Ibu hamil kadang kan kita enggak tahu kalau ibu hamil itu gizinya terhadap ibunya dulu diperbaiki,” ungkapnya.
“Karena kalau misalnya gizi dari ibunya tidak bagus, apa yang dia makan, proteinnya tidak cukup, segala macam tidak cukup, itu akan berdampak ke anaknya,” pungkas Eva.
Masalah stunting juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), walaupun berhasil turun sekitar 2,8 persen dibandingkan tahun 2021, prevalensi stunting Indonesia pada 2022 masih berada di angka 21,6 persen.
Angka ini masih dinilai tinggi, mengingat WHO menargetkan angka stunting tidak boleh lebih dari 20 persen.
Prevalensi stunting merupakan masalah besar karena menjadi ancaman terhadap kesejahteraan dan ketahanan nasional jangka panjang. Hal ini turut menjadi perhatian Sekretaris Jenderal DPP Kartini Perindo sekaligus Caleg DPR RI dapil Jawa Barat 5 Eva Mutia.
Baca Juga
Menurutnya, stunting bisa menjadi ‘momok’ bagi anak-anak di Indonesia, padahal mereka adalah generasi penerus bangsa.
“Miris ya, angka stunting itu kalau saya lihat datanya sekitar 21% kurang lebih. Nah mungkin target pemerintah saat ini akan mengurangi jadi 14%. Jadi angka itu menurut saya sangat tinggi ya,” ujar Eva dalam Podcast Aksi Nyata di kanal YouTube Partai Perindo, Kamis (18/1/2024).
“Nah sedangkan balita itu adalah penyambung untuk masa depan kita ke depan. Kalau misalnya kita tidak menjaga tingkat stunting kita di level bawah, ya berarti kan masa depan kita ke depannya terganggu,” sambung dia.
Eva menuturkan, untuk mengatasi permasalahan stunting di Indonesia tidak hanya dilihat dari anak-anaknya, namun juga harus diperhatikan dari ‘akarnya’ yakni golongan ibu hamil.
Ia menilai, ibu-ibu hamil yang tidak terpenuhi gizinya juga akan melahirkan anak-anak yang justru memiliki risiko stunting lebih tinggi.
“Sebenarnya stunting itu dimulai dari ibunya dulu. Ibu hamil kadang kan kita enggak tahu kalau ibu hamil itu gizinya terhadap ibunya dulu diperbaiki,” ungkapnya.
“Karena kalau misalnya gizi dari ibunya tidak bagus, apa yang dia makan, proteinnya tidak cukup, segala macam tidak cukup, itu akan berdampak ke anaknya,” pungkas Eva.
(tsa)